Beranda | Artikel
Sedang Ga Semangat? Bacalah Kisah-Kisah Para Ulama
Jumat, 15 November 2013

Semakin tinggi cita-cita seseorang, maka semakin sedikit waktu luangnya. Waktu sangat berharga. Semakin tinggi cita-cita seseorang maka semakin sedikit waktu untuk tubuhnya beristirahat. Kita tidak berbicara tentang mereka yang tidak mempunyai cita-cita dan target, hidup lebih banyak mengalir saja dan kita tahu bahwa sesuatu yang mengalir saja pasti mengalir dari atas ke bawah.

Bagaimana kita mau berilmu, jika kita tidak mau berjuang melawan rasa mengantuk, melawan nikmatnya tidur setelah shalat subuh (kalaupun kita tidak bangun kesiangan). Waktu subuh adalah waktu untuk mengulang pelajaran, menghapal Al-Quran dan Hadits. Bagaimana mau berilmu kalau, untuk menghadiri majelis ilmu saja malas, Cuma jarak yang jauh sedikit sudah malas.

Kita memang harus bersemangat, namun terkadang semangat itu pudar dan bahkan mengilang. Nah, salah salah satu cara agar kita bersemangat atau mengembalikan semangat yang pudar adalah dengan membaca kisah-kisah para Nabi, Orang Shalih dan para Ulama.

 

Kisah-kisah keteladanan disukai oleh ulama daripada sekedar teori

Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata,

«الحكايات عن العلماء ومجالستهم أحب إلي من كثير من الفقه؛ لأنها آداب القوم وأخلاقهم»

 “Kisah-kisah (keteladanan) para ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan (masalah-masalah) fikh, karena kisah-kisah tersebut (berisi) adab dan tingkah laku mereka (untuk diteladani)” [1]

 

Demikianlah para ulama menerangkan bahwa terkadang membaca kisah-kisah para nabi, orang shalih dan ulama lebih disukai daripada mempelajari teori, karena mereka adalah praktek nyata dari teori yang dipelajari. Kemudian jika kira merasa futur/sedang tidak semangat dalam beragama maka salah satu cara agar semangat lagi adalah dengan melihat dan membaca kembali kisah-kisah mereka.

 

‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib – Zainul ‘Abidin- berkata,

كنا نعلم مغازي النبي صلى الله عليه و سلم وسراياه كما نعلم السورة من القرآن

 “Dulu kami diajarkan tentang (sejarah) peperangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana al-Qur’an diajarkan kepada kami”[2]

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُون

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi ‘alaihis salam dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Yusuf:111)

 

Ilmu tidak didapatkan dengan tubuh yang santai

Kita akan sepakat dengan pernyataan di atas jika membaca kisah-kisa teladan para ulama. Kita ambil contoh para ulama karena bisa saja ada yang berkomentar.

 

“Mereka kan nabi dan Rasul, pantesan bisa seperti itu”

Oleh karena itu kita ambil kisah para ulama yang mereka juga sama seperti kita, bkan Nabi ataupun Rasul.

 

Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata,

ولا يستطاع العلم براحة الجسد

“Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang santai (tidak bersungguh-sungguh)”[3]

 

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

لا يطلب هذا العلم من يطلبه بالتملل وغنى النفس فيفلح، ولكن من طلبه بذلة النفس، وضيق العيش، وخدمة العلم، أفلح

“Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang pembosan, merasa puas jiwanya kemudian ia menjadi beruntung, akan tetapi ia harus menuntut ilmu dengan menahan diri, merasakan kesempitan hidup dan berkhidmat untuk ilmu, maka ia akan beruntung.”[4]

 

Abu ‘Amr bin Ash-Shalah menceritakan biografi Imam Muslim rahimahullah, beliau berkata,

وَكَانَ لمَوْته سَبَب غَرِيب نَشأ عَن غمرة فكرية علمية

“tentang sebab wafatnya (imam muslim) adalah suatu yang aneh, timbul karena kepedihan/kesusahan hidup dalam ilmu.”[5]

 

Yahya Abu zakaria berkata,

وذكر لي عمي عبيد الله قال: قفلت من خراسان ومعي عشرون وقرا من الكتب، فنزلت عند هذا البئر -يعني: بئر مجنة- فنزلت عنده اقتداء بالوالد

“Pamanku Ubaidillah bercerita kepadaku, “aku kembali dari Khurasan dan bersamaku ada 20 beban berat yang berisikan buku-buku. Aku singgah di sebuah sumur –yaitu sumur Majannah- aku lakukan karena mencontoh ayahku.”[6]

 

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

ما أفلح فى العلم إلا من طلبه فى القلة، ولقد كنت أطلب القرطاس فيعسر علىَّ. وقال: لا يطلب أحد هذا العلم بالملك وعز النفس فيفلح

“tidak akan beruntung orang yang menuntut ilmu, kecuali orang yang menuntutnya dalam keadaan serba kekurangan aku dahulu mencari sehelai kertaspun sangat sulit. Tidak mungkin seseorang menuntut ilmu dengan keadaan serba ada dan harga diri yang tinggi kemudian ia beruntung.”[7]

 

Maka bandingkanlah dengan upaya kita menuntut ilmu sekarang?

Silahkan kumpulkan buku-buku dan kisah-kisah mereka yang tidak kalah hebatnya dengan kisah0kisah kepahlawanan dan perjuangan tokoh-tokoh kafir dan fasik (bahkan kisah fiktif) seperti dalam film, novel dan sejarah mereka.

 

 

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam

 

@Perum PTSC, Cileungsi

Penyusun:  Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 

silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan   follow twitter

 

 


[1] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi  I/509 no.819, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah

[2] “al-Jaami’ li akhlaaqir raawi 2/195, Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh, 1430 H, syamilah

[3] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi  I/348 no.553, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah

[4] Tadribur Rawi 2/584, Darut Thayyibah, Syamilah

[5] Shiyanah Shahih Muslim hal. 62, darul Gharbil Islamiy, Beirut, cet.II, 1408 H, Syamilah

[6] [6] Siyar A’lam An-nubala 12/503 Darul Hadits, koiro, 1427 H, syamilah

[7] Tahdzib Al-Asma’ wa Al-Lughat  hal. 54, Darul Kutub ‘Ilmiyah, Beirut, Syamilah


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/sedang-ga-semangat-bacalah-kisah-kisah-para-ulama.html